BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas hidup manusia yang dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan. Sebagai sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia,
pembangunan adalah konteks dimana kebijakan beroperasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka pembangunan perlu diimplementasikan kedalam berbagai program
pembangunan yang dapat secara langsung menyentuh masyarakat. Untuk melakukan
pembangunan yang lebih efektif masyarakat perlu memahami
sejarah masa lampau.
Bung Karno pernah menganjurkan belajar dari sejarah yang berarti
tidak mengulangi sesalahan-kesalahan dimasa lampau dalam melakukan pembangunan
dan memeliharanya. (Partowidagdo, 2004 ; 19)
Pembangunan akan memberikan hasil yang optimal apabila
memperhatikan berbagai dimensi secara seimbang dan proporsional. Pengalaman Indonesia pada
tahap-tahap awal pembangunan hingga tahun 1970-an, memberi pesan jelas bahwa
untuk memacu dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan
kesejahteraan sosial yang adil, pendekatan pembangunan harus mempertimbangkan
aspek-aspek sosial. (Suharto, 2005 ; 2).
Proses pembangunan disemua lapisan masyarakat paling
tidak harus memiliki tuga tujuan inti yakni : Pertama, Peningkatan ketersediaan
perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan pokok. Kedua, Peningkatan
standar hidup. Ketiga, Perluasan-perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial.
Kemajuan ekonomi merupakan komponen penting dalam pembangunan. Namun demikian,
pembangunan bukan semata-mata fenomena ekonomi. Pembangunan harus ditujukan
lebih dari sekedar peningkatan kemakmuran manusia secara material dan
finansial. Pembangunan harus dipandang sebagai proses multi dimensional yang
melibatkan reorganisasi dan reorientasi system ekonomi dan sosial secara
menyeluruh. (Todaro, 2004 : 28)
Strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak
dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar yang dilakukan para pemimpin
negara-negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia. Kebijakan
fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, perencanaan pembangunan bersifat
top-down, pelaksanaan program
berorientasi keproyekan, misleading
industrialisasi, liberalisasi perekonomian terlalu dini tanpa persiapan yang
memadai untuk melindungi kemungkinan terpinggirkannya kelompok-kelompok miskin
di dalam masyarakat. (Dillon : 2001).
Pentingnya penanganan
masalah kemiskinan karena kemiskinan dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi
politik suatu negara. Menghadapi permasalahan tentang kemiskinan di Indonesia
dewasa ini terdapat perkembangan pemikiran yang menarik. Disatu pihak
pemerintah dan seluruh bangsa sudah tidak lagi menganggap tabu membahas
permasalahan dimaksud secara terbuka.
Berbagai studi tentang masalah kemiskinan menyimpulkan bahwa kemiskinan
merupakan masalah multidimensi yang tidak saja mencakup aspek ekonomi saja akan
tetapi juga dimensi sosial budaya, dimensi struktural atau politik, yang
menyebabkan masalah kemiskinan itu menjadi kompleks dan rumit. Realitas
kemiskinan kemudian timbul menjadi human
problem yang telah mengusik dan menguras tenaga serta pikiran banyak orang.
Meskipun kemiskinan
telah menjadi subyek penelitian ilmiah sejak lama dengan thema atau label
yang beraneka ragam, akan tetapi apabila
ditelaah lebih lanjut sebagian besar penelitian tentang kemiskinan yang
dilakukan secara ilmiah lebih banyak ditekankan pada pemahaman, penjelasan atau
pengukuran parameter kemisikinan, yaitu aspek ‘what it is’ dari
kemiskinan. Sedangkan upaya secara
komprehensif dalam penanggulangan kemisikinan masih jarang dilakukan meskipun
banyak kebijaksanaan dalam menanggulangi kemiskinan telah dilaksanakan. Konsep penanggulangan
perlu mendapat penekanan karena konsep pemahaman berbeda dengan konsep
penanggulangan (Pakpahan, 1996, 97).
Dari data sensus tahun
2000 sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di perdesaan mencapai
125 juta jiwa atau 60,2 %. Sementara tingkat kemisikinan diperdesaan cukup
tinggi baik ditinjau dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head
count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003,
jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 37,3 juta jiwa atau sekitar 17,4%
(Susenas 2003) dimana persentase penduduk miskin di perdesaan mencapai 20,2
persen sedangkan diperkotaan sebesar 13,6 persen. Kondisi dan permasalahan
perekonomian yang terjadi di Indonesia
harus diselesaikan dengan cara menjalankan reformasi disegala bidang, termasuk
paradigma maupun pola pikir bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
Salah satunya adalah perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari
pola sentralistik menjadi desentralisasi, dari orientasi pertumbuhan ekonomi
menuju paradigma baru pemberdayaan masyarakat.
Kegagalan pembangunan
untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia dan atau negara-negara berkembang
karena pembangunan yang dilaksanakannya kurang memperhatikan partisipasi
masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Korten (dalam Prijo dan
Pranaka, 1996) bahwa pembangunan tersebut kurang memberikan kesempatan kepada
rakyat miskin untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
pemilihan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Upaya memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri,
baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan politik merupakan hakekat utama dalam
penanggulangan kemiskinan. Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan
mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan
mengandalkan kemampuan yang dimilikinya sehingga pemberdayaan (empowerment)
merupakan jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Selama ini,
pemberdayaan merupakan the missing ingredient dalam mewujudkan
partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif.
Seiring dengan aspek teoritis di atas, pada awal maret
tahun 2005 ini Pemerintah menetapkan untuk mengurangi subsidi bahan bakar
minyak dan mengalokasikan dana dari penguranngan subsidi tersebut untuk
program-program yang sangat dibutuhkan dan langsung dirasakan oleh masyarakat miskin, khususnya yang berada
dikawasan kumuh, daerah tertinggal dan pedesaan.
Secara nasional Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) diwujudkan melalui beberapa program sesuai dengan
strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yaitu bidang pendidikan,
kesehatan, beras murah dan pembangunan infrastruktur pedesaan. Pemilihan
infrastruktur pedesaan sebagai salah satu program strategis untuk menanggulangi
kemiskinan dan ketertinggalan didasarkan pada pertimbangan bahwa infrastruktur
perdesaan dapat membuka akses ekonomi masyarakat, menggerakkan kegiatan
produksi dan distribusi, memberikan lapangan kerja, serta membuka
peluang-peluang baru bagi aktivitas masyarakat. Karena itu pembangunan
infrastruktur pedesaan dalam PKPS BBM merupakan suatu kebijakan yang berpihak
kepada masyarakat miskin dan tertinggal agar maju berkembang lebih sejahtera (pro
poor dan pro growth policy)
Menurut
Menteri Pekerjaan Umum ; mekanisme penyelenggaraan PKPS BBM IP melalui
pendekatan pemberdayaan masyarakat, maka disamping akan memperoleh manfaat dan
infra struktur yang terbangun diharapkan pula agar masyarakat akan semakin
terbiasa dengan pola-pola pembangunan yang partisipasif yang dapat
membangkitkan munculnya rasa memiliki infrastruktur yang lebih tinggi
dimasyarakat. (Kirmanto ; 2005).
Dalam pelaksanaan
PKPS BBM IP antara lain terdapat prinsip dan pendekatan, yaitu ; Pemilihan
kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga diperoleh dukungan masyarakat (acceptable),
terbuka (transperent), dapat dipertanggungjawabkan (accountable)
dan memberikan manfaat secara berkelanjutan (suistainable). Sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam program PKPS BBM IP yakni melalui pemberdayaan
dan partisipasi masyarakat melalui ; Pertama, Pembangunan yang berkualitas,
artinya semua infra struktur yang dibangun harus memenuhi standar tekhnik yang
telah ditetapkan; keberpihakan kepada yang miskin, artinya orientasi kegiatan
baik dalam proses maupun pemanfaaatn hasil yang ditujukan kepada penduduk
miskin; Kedua, Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh
kepercayaan dan kesempatan yang luas baik dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pemanfaatan hasilnya;
Partisipasif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai
dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan; Ketiga,
Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam keberhasilan
pembangunan, baik melalui keterlibatan dalam kegiatan; Keterpaduan pembangunan,
artinya kegiatan yang dilaksanakan memiliki sinergi degan kegiatan pembangunan
yang lain.
Dalam PKPS BBM, masyarakat miskin berperan sebagai subyek,
artinya mereka berkuasa membuat serta menjalankan programnya sendiri. Untuk
itu, masyarakat telah terlibat dalam keempat aspek partisipasi, yaitu aspek
pembuatan keputusan (program), penerapan keputusan, pemanfaatan hasil-hasilnya,
serta evaluasi.
Di Kabupaten
Kulon Progo pada pelaksanaan PKPS BBM IP tahun 2005 dari 88 desa yang ada terdapat 39 Desa yang
memperoleh program ini. Guna mendukung
program tersebut perlu diperhatikan berbagai potensi yang ada di suatu daerah.
Untuk maksud tersebut diperlukan informasi kondisi ekonomi masyarakat yang
mencerminkan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Berikut ini disajikan data
Umum Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2004.
Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,54 Hektar, secara
administratif terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun.
Kabupaten Kulon Progo dilewati oleh 2 (dua) prasarana perhubungan yang
merupakan perlintasan nasional di Pulau Jawa, yaitu Jalan Nasional sepanjang
28,57 Km dan jalur Kereta Api sepanjang kurang lebih 25 Km. Hampir sebagian
besar wilayah di Kabupaten Kulon Progo dapat dijangkau dengan menggunakan
transportasi darat. Berdasar data survey di lapangan (Susenas)
pada tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo 375.884 jiwa dengan komposisi 48,95 % penduduk laki-laki
dan 51,05 % penduduk perempuan, Sementara
itu kesejahteraan masyarakat yang ditinjau dari tahapan keluarga sejahtera,
pada tahun 2004 menunjukkan 39,48% merupakan Keluarga Pra Sejahtera, 24,70%
Keluarga Sejahtera (KS) I, 18,47% KS II,
13,50% KS III, dan 3,84 KS III+.
Sedangkan di Kecamatan
Pengasih sendiri yang terdiri dari 8 desa terdapat 2 (dua) diantaranya
memperoleh program PKPS BBM IP yakni Desa Sidomulyo dan Kedungsari. Merujuk
pada kebijakan pembangunan dengan model pemberdayaan (empowernment),
maka PKPS BBM IP merupakan salah satu instrumen yang tepat. PKPS BBM IP pada
Dua desa di Kecamatan Pengasih telah dilaksanakan semenjak digulirkan pada
tahun 2005 ini dengan total dana yang telah digulirkan sebesar Rp.
250.000.000,- masing –masing desa. Alokasi dana PKPS BBM IP ini diperuntukkan bagi pengembangan
infrastruktur perdesaan, pembangunan sarana-prasarana dasar lingkungan yang
mendukung usaha ekonomi produktif. Karenanya
diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut secara tepat,
benar.
Proyek
ini telah dan berjalan mulai tahun
2005, namun bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana keterlibatan masyarakat
dalam proyek ini serta bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam proyek
PKPS BBM IP di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten
Kulon Progo perlu dikaji lebih lanjut untuk mengungkapkan kinerja proyek
ini.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan penanggulangan kemiskinan di Indonesia saat
ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Salah satu
permasalahan kemiskinan yang dihadapi Penduduk perdesaan saat ini
adalah karena ketertinggalan desanya akan pelayanan infrastruktur perdesaan
untuk pertumbuhan ekonomi lokal yang disebabkan karena terbatasnya dana
pembangunan. Penduduk dari sebagian besar desa-desa tertinggal (73%) harus
menempuh 6 –10 km dari desanya kepusat pemasaran (pusat Kecamatan) bahkan
desa-desa sisanya harus menempuh jarak lebih dari 10 Km dengan kondisi jalan
yang sangat memprihatinkan yang masih berupa jalan tanah (disekitar 67% desa
tertinggal). Penduduk yang terlayani air minum perpipaan baru mencapai 9%
selebihnya masih mengambil langsung dari sumber yang tidak terlindungi. Petani
dari sekitar 88%desa tertinggal memiliki luas lahan taninya kurang dari 0,5 Ha (lahan
marjinal), sehingga dibutuhkan prasarana irigasi desa yang menjamin
keberlanjutan produksi guna mencukupi kebutuhannya. (Panduan Umum PKPS BBM IP
tahun 2005).
Pendekatan penanggulangan kemiskinan yang menjadikan
masyarakat bukan sebagai obyek yang harus disejahterakan, melainkan sebagai
subyek pembangunan harus sudah mulai dirintis. Kemiskinan di Kecamatan Pengasih
Kabupaten Kulon Progo khususnya Desa Kedungsari dan Sidomulyo mengindikasikan bahwa hampir memasuki semua dimensi kemiskinan, baik dimensi
ekonomi, sosial, maupun politik. Dengan demikian, upaya penanggulangan
kemiskinan harus dengan pendekatan melalui ketiga dimensi tersebut. Namun
karena luasnya cakupan dimensi kemiskinan, maka sulit untuk membuat suatu
program penanggulangan kemiskinan yang ideal untuk dapat mengakomodasi
semuanya, sehingga berbagai program yang dilakukan untuk memerangi kemiskinan
sering mengambil dimensi tertentu.
Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang
berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan khususnya PKPS BBM IP
berangkat dari asumsi awal bahwasannya
pelaksanaan Program penanggulangan kemiskinan yang selama ini dijalankan tidak
semulus seperti yang diharapkan. Dalam konteks ini dapat pula dikemukakan bahwa
selama ini di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten
Kulon Progo telah dilaksanakan Program penanggulangan kemiskinan (pronangkis)
seperti UEDSP (Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam), Dana Swakelola, Gerdu Taskin,
OPK Raskin dan IDT namun kurang begitu berpengaruh terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin.
Sementara upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan dalam
penaggulangan kemiskinan, tidak berlanjut secara otomatis atas prakarsa
masyarakat.
Menyadari hal ini, maka PKPS BBM IP digulirkan untuk merespon
kemiskinan khususnya dalam mengembangkan infrastruktur perdesaan bagi desa
tertinggal. Oleh karenanya PKPS BBM IP
merupakan program untuk menanggulangi kemiskinan, mengurangi beban biaya hidup masyarakat
miskin diperdesaan, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan transportasi, air
minum, dan irigasi serta untuk daerah tertentu yang belum ada listrik mealui
pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan kegiatan ekonomi sosial, dan
budaya perdesaan semakin tumbuh dan berkembang. Keberhasilan atau kegagalan
PKPS BBM IP sangat tergantung kepada partisipasi masyarakat khususnya
masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis
tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan PKPS BBM IP dengan beberapa permasalahan pokok
yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Implementasi Program Kompensasi Pengurangan
Subsisdi BBM Infra Struktrur Perdesaan (PKPS BBM IP) di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan
Pengasih Kabupaten Kulon Progo?
2. Bagaimanakah pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan
masyarakat dalam Program PKPS BBM IP?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi implementasi PKPS
BBM IP di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih?
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah
tersebut di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Untuk mendiskrepsikan dan menganalisis Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM IP ) di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.
- Untuk mendiskrepsikan faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi PKPS BBM IP di Kecamatan Pengasih.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
- Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan birokrasi pemerintah dan para pelaku (stake holders) yang terlibat dalam pelaksanaan PKPS BBM IP (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Infra Struktur Perdesaan). Selain itu dapat pula digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang PKPS BBM IP dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
- Dengan diketahuinya keterlibatan masyarakat, akan lebih memudahkan Pemerintah Kabupaten melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelakasanaan maupun pengawasan pembangunan.
- Secara akademis, untuk memberikan kontribusi mengenai konsep perencanaan pembangunan berdimensi kerakyatan yang berorientasi pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
- Memberikan kontribusi praktis kepada Pemerintah Kabupaten untuk lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam Pembangunan Daerah.
Anda bisa dapatkan Judul Skripsi Lengkap dengan
pembahasanya. Anda bisa mendownload filenya lengkap dengan isinya dengan cara
mengganti biaya pengetikan sebesar
Rp. 200.000,- Per Skripsi. Silahkan anda Pilih Judul
Skripsi yang anda inginkan beserta kode nomor
skripsi ke
wahyuddinyusuf87@gmail.com atau SMS
langsung kenomor 0819
3383 3343
Dengan
format, Nama – Alamat – Kode dan judul Skripsi– e.mail – No.Hp. Semua File
skripsi bisa anda unduh / Download apabila anda telah mendonasikan biaya pengetikan diatas.
Anda cukup mentransfer uang ke nomor rekening BRI 489201003415532
Atas nama
Wahyuddin, SE
Mudah bukan....... Ayo tunggu apa lagi....
dari pada bingung
dari pada bingung
No comments:
Post a Comment