BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Banyaknya tuntutan
masyarakat didaerah setelah berlakunya Undang-undang No. 22 dan 25 tahun 1999
untuk mendirikan Propinsi dan Kabupaten/ Kota baru adalah salah satu fenomena
menarik untuk dikaji dan dicermati dalam hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Diawali dari pulau Sumatera dengan Propinsi Bangka Belitung dan Kepuluan Riau, Pulau Jawa dengan Propinsi Banten dan Madura,
Pulau Sulawesi dengan Propinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo, Pulau Maluku
dengan Propinsi Maluku Utara, sampai ke Irian (terakhir diganti Papua) dengan
Papua Barat, Papua Tengah dan Papua Timur. Dipulau Kalimantanpun sebenarnya pernah
dideklarasikan oleh masyarakat untuk pembentukan Propinsi baru di Propinsi
Kalimantan Tengah yaitu Propinsi Kotawaringin Raya (gabungan Kabupaten
Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat). Namun kelihatannya
baru terbatas
sampai wacana dan tidak terekspos secara luas, jadi dalam skala lokal saja.
Sehinggga dalam dua tahun terakhir ini tidak kurang dari enam propinsi baru,
dua puluh sembilan Kabupaten dan tiga kota sebagai daerah otonom baru. (H.A Dj.
Nihin, 2000).
Berbagai
alasan dikemukakan untuk menuntut adanya
Propinsi dan Kabupaten/ Kota baru itu
diantaranya; daerah memiliki potensi
yang memadai secara ekonomi untuk membangun daerahnya, ingin mengelola sendiri
pembiayaan pembangunan daerahnya atau luasnya wilayah (geografis) daerah dan
ingin memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat serta sejumlah alasan
lainnya. Banyaknya tuntutan ini membuat Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Propinsi atau Kabupaten Induk sedikit pusing dalam memilah mana yang harus
diperhatikan terutama dalam kaitan penyediaan, pembenahan berbagai peraturan
pemerintah khususnya yang menyangkut dengan struktur pemerintahan dan DPRD baru
bagi daerah yang telah resmi menjadi Propinsi dan Kabupaten/ Kota baru
tersebut. (Jurnal Otonomi, 2000).
Dalam
peraturan pemerintah No.129 tahun 2000, tentang persyaratan pembentukan dan
kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah, disebutkan bahwa
pemekaran daerah berarti pemecahan wilayah daerah yang telah ada, dengan
mempertimbangkan berbagai faktor di daerah. Pertimbangan faktor-faktor itu
diantaranya;
(1) kemampuan ekonomi, (2) potensi daerah ,(3) sosial budaya, (4) sosial politik, (5) jumlah penduduk, (6) luas daerah, dan (7) pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Tentunya tuntutan masyarakat untuk membentuk daerah-daerah baru harus mengacu kepada pertimbangan atau kriteria diatas, sebab bila tidak tepat pertimbangan yang diberikan untuk pemekaran daerah hanya akan memberikan makna yang “tidak penting” dan “tidak berarti” bagi masyarakat. Lebih lanjut H.A. Dj. Nihin, sehubungan dengan pemekaran daerah mengatakan bahwa:
(1) kemampuan ekonomi, (2) potensi daerah ,(3) sosial budaya, (4) sosial politik, (5) jumlah penduduk, (6) luas daerah, dan (7) pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Tentunya tuntutan masyarakat untuk membentuk daerah-daerah baru harus mengacu kepada pertimbangan atau kriteria diatas, sebab bila tidak tepat pertimbangan yang diberikan untuk pemekaran daerah hanya akan memberikan makna yang “tidak penting” dan “tidak berarti” bagi masyarakat. Lebih lanjut H.A. Dj. Nihin, sehubungan dengan pemekaran daerah mengatakan bahwa:
“Aspirasi memekarkan daerah itu atas dasar
pertimbangan yang tepat, misalnya dengan pemekaran daerah pusat pemerintahan
dan pelayanan semakin dekat dengan masyarakat, partisipasi masyarakat akan
bertambah dan lebih intensif dalam kehidupan kemasyarakatan, pemerintahan dan
pembangunan didaerahnya. Sedangkan bila timbulnya aspirasi itu lebih karena
emosional, primordialisme dan semata-mata hanya ingin menjadi daerah otonom
sendiri, tidak atas dasar persyaratan yang tepat, tidak memperhitungkan potensi
sumber daya yang ada, akan mempersulit kondisi masyarakat daerah tersebut, dan
tidak akan menjamin pengembangan daerah kearah yang lebih baik, bahkan
melemahkan tingkat ketahanan wilayah karena akan mendatangkan berbagai beban
dan persoalan “.(H.A Dj Nihin, 2000).
Persoalannya adalah apakah tuntutan pemekaran daerah ini
benar-benar kebutuhan daerah yang
mendesak atau hanya keinginan segelintir kelompok elit lokal dengan motivasi
menguasai sumber-sumber resorces daerah. Melihat luasnya wilayah negara Indonesia nampaknya pemekaran daerah
memang terkait erat dengan kebutuhan daerah yang mendesak tadi yaitu dengan
indikator ingin lebih mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat, mempercepat proses pembangunan, dan
melibatkan lebih banyak masyarakat kepada urusan-urusan untuk publik.
Dari sekian banyak daerah yang menuntut untuk membentuk
daerah baru adalah Kabupaten Kotawaringin Timur di Propinsi Kalimantan Tengah.
Tuntutan ini bukanlah didasari atas
euforia otonomi daerah atau primordialisme, tetapi dengan pertimbangan-pertimbangan
yang logis sebagaimana daerah lain yang lebih dahulu resmi menjadi Kabupaten
baru. Dengan luas wilayah 50.700 km² (± 1,5 kali Propinsi Jawa Timur) dan
penyebaran penduduk yang tidak merata berjumlah 521.287 jiwa (BPS Kab. Kotim,
2000) sangat dirasakan dari aspek pelayanan masyarakat perlu dijawab dengan
adanya pemekaran daerah pemerintah Kabupaten.
Disamping luas wilayah, perkembangan ekonomi daerah
Kabupaten Kotawaringin Timur juga cukup baik. Dimana pertumbuhan ekonomi yang
dapat dilihat dari perkembangan PDRB antara tahun 1995-2000 secara sektoral
terlihat pada tabel berikut :
Tabel I – 1
Rata-rata laju pertumbuhan PDRB
Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 1993, selama tahun 1995 – 2000 (%)
No
|
Lapangan
Usaha
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
1
|
Pertanian,
Peternakan, kehutanan dan Perikanan
|
7,28
|
13,96
|
4,93
|
(0,11)
|
1,02
|
3,25
|
2
|
Pertambangan
dan Penggalian
|
121,60
|
20,97
|
2,37
|
0,48
|
(17,83)
|
2,54
|
3
|
Industri
pengolahan
|
16,89
|
11,93
|
4,28
|
(16,94)
|
(4,75)
|
1,53
|
4
|
Listrik,
Gas dan Air minum
|
24,42
|
19,58
|
7,78
|
14,24
|
7,88)
|
5,75
|
5
|
Bangunan/Konstruksi
|
10,78
|
19,61
|
(0,24)
|
(22,93)
|
(5,44)
|
0,41
|
6
|
Perdagangan,
Hotel dan Restoran
|
10,56
|
5,17
|
4,48
|
(5,32)
|
1,09
|
3,92
|
7
|
Pengangkutan
dan komunikasi
|
15,42
|
15,52
|
32,39
|
1,64
|
5,28
|
2,11
|
8
|
Keuangan,
Persewaan dan Jasa perusahaan
|
11,89
|
19,58
|
2,60
|
(33,38)
|
1,11
|
4,28
|
9
|
Jasa-jasa
|
(0,50)
|
3,96
|
2,13
|
2,18
|
1,57
|
1,59
|
Laju Pertumbuhan Ekonomi
|
9,95
|
11,92
|
6,60
|
(5,01)
|
0,60
|
2,86
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik Kab. Kotim Tahun 2000
Sebelum terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 pertumbuhan
ekonomi daerah cenderung naik dan dicatat sebesar 11,92% pada tahun 1996.
Selanjutnya ketika krisis langsung menurun dan sangat terasa pada tahun 1998
pertumbuhan bahkan minus 5,01%. Namun dua tahun terakhir kecenderungan membaik
terlihat dimana sudah positif semua, walaupun masih jauh bila dibandingkan 5
(lima) tahun sebelumnya.
Begitu juga perkembangan pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur, khususnya pula pada tahun 2000 dan 2001 yang meningkat
tajam seiring dimulainya era otonomi daerah. Tahun 2000 Pendapatan Asli Daerah
ditargetkan Rp 4.790.166.225 dan terealisasi sebesar Rp. 6.275.497,795
(131,01). Selanjutnya pada tahun 2001 target ditetapkan sebesar Rp.
44.346.939.501 terealisasi sebesar 109.085.002.514 (245,98%). (Dipenda Kab.
Kotim, 2002)
Daerah ini telah diusulkan untuk dimekarkan atau peningkatan
status administratif wilayah Pembantu Bupati Katingan dan Pembantu Bupati
Seruyan (saat berlakunya UU No.5 tahun1994) menjadi Kabupaten Katingan dan
Kabupaten Seruyan. Perkembangan terakhir dari usulan ini adalah telah disetujui oleh sidang Paripurna
DPR-RI, yang berlangsung dari tanggal 7 s/d 18 Maret 2002 (Kompas, 25 Februari
2002). Selanjutnya dengan persetujuan tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2002 tanggal 10 April 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan (Ex
Pembantu Bupati Wilayah Katingan) dan Kabupaten Seruyan (Ex Pembantu Bupati
Wilayah Seruyan) di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Sesuai perkembangan
terakhir dari usulan tersebut bahwa telah disetujui pembentukan Kabupaten baru
di Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu Kabupaten Katingan dan Kabupaten Seruyan.
Lahirnya kebijakan Pemerintah ini
tentunya membawa dampak bagi Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai Kabupaten
Induk maupun bagi dua Kabupaten baru, misalnya berubahnya luas dan tata batas
daerah, berkurangnya penerimaan pendapatan daerah khususnya bagi Kabupaten
Induk, dan dekatnya pusat pelayanan kepada masyarakat. Atau dengan kata lain
akan ada dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Lebih jauh
mengenai dampak Wibawa, mengatakan :
“Dalam
kaitannya dengan dampak perlu dipahami antara dampak yang diharapkan dan dampak
yang tidak diharapkan. Dampak yang diharapkan mengandung pengertian bahwa
ketika kebijakan dibuat, pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa
saja yang akan terjadi. Diantara dampak-dampak yang diduga akan terjadi ini,
ada dampak yang diharapkan dan ada yang tidak diharapkan. Lebih dari itu, pada
akhir implementasi kebijakan muncul pula dampak-dampak yang tidak terduga”
(Samodra Wibawa, dkk; 1994, 29-30)
Dengan disetujuinya pemekaran daerah di Kabupaten
Kotawaringin Timur, yaitu bertambahnya dua Kabupaten baru (Katingan dan
Seruyan) tentu membawa dampak atau
perubahan di daerah ini yang dirasakan oleh Pemerintah dan masyarakat.
Perubahan tersebut yang semula Kabupaten Kotawaringin Timur dengan Ibukota
Sampit dengan luas wilayah 50.700 km2, jumlah penduduk 521.287 jiwa
yang mencakup tiga jalur sungai besar (Sungai Katingan, Sungan Mentaya dan
Sungai Seruyan) dan Kecamatan sebanyak 26 (duapuluh enam) Kecamatan, terbagi
menjadi 3 Daerah sebagai berikut :
1.
Kabupaten Kotawaringin Timur, berada di
jalur sungai Mentaya dengan Ibukota Sampit, dengan luas wilayah 16.496 km2,
jumlah penduduk (Sensus Penduduk 2000), 308.203 jiwa dan jumlah Kecamatan ada
10 (sepuluh) Kecamatan.
2.
Kabupaten Katingan, berada di jalur
Sungai Katingan dengan Ibukota Kasongan (yang dulunya disebut wilayah pembantu
Bupati Katingan). luas wilayah 17.800 km2, jumlah penduduk (Sensus
Penduduk 2000) sebanyak 120.649 jiwa dan Kecamatan sebanyak 11 (sebelas) kecamatan.
3.
Kabupaten Seruyan, berada di jalur
Sungai Seruyan dengan ibukota Kuala Pembuang (yang dulunya disebut wilayah
Pembantu Bupati Seruyan), luas wilayah 16.404 km2, jumlah penduduk
(Sensus Penduduk 2000) sebanyak 92.390 jiwa dan Kecamatan sebanyak 5 (lima)
Kecamatan.
B.
Perumusan Masalah
Dari gambaran keadaan latar belakang masalah diatas, yaitu
tuntutan pemekaran daerah atas dua wilayah pembantu Bupati (Katingan dan
Seruyan) dengan alasan luasnya wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur dan
perkembangan ekonomi daerah yang cukup signifikan telah direspon positif oleh
Pemerintah Pusat. Kebijakan ini sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 129
Tahun 2000 adalah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui;
(1) peningkatan pelayanan, (2) percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,
(3) percepatan pertumbuhan atau pembangunan daerah, (4) percepatan pengelolaan potensi daerah, (5) peningkatan ketertiban dan keamanan, dan (6) peningkatan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
(3) percepatan pertumbuhan atau pembangunan daerah, (4) percepatan pengelolaan potensi daerah, (5) peningkatan ketertiban dan keamanan, dan (6) peningkatan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Berangkat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat inilah
selanjutnya dirumuskan permasalahan kebijakan pemekaran daerah di Kabupaten
Kotawaringin Timur. Sebagaimana di kemukakan diatas bahwa, kebijakan pemekaran
daerah membawa dampak bagi Kabupaten yang baru dimekarkan dalam bidang
pelayanan publik.
Dengan demikian mengingat luasnya lingkup permasalahan yang ada dalam bidang pelayanan publik di
kabupaten yang baru dimekarkan ini serta terbatasnya waktu, dana dan tenaga,
maka pertanyaan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah “ Sejauh
manakah proses pemekaran
Daerah Kabupaten Kota Waringin Timur terhadap pelayanan publik khususnya
pelayanan di bidang perizinan dan
pembuatan Akta pada Kabupaten yang baru” ?.
C. Tujuan
Penelitian
Pada dasarnya tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui
dan mengevaluasi proses kebijakan
pemekaran Daerah Kabupaten Kota Waringin Timur dari aspek pelayanan publik dibidang perizinan dan
pembuatan Akta, khususnya bagi Kabupaten yang baru setelah lahirnya kebijakan
pemekaran daerah.
2.
Ingin mengetahui dan mengidentifikasi
manfaat dan kerugian dari kegiatan pelayanan
yang dilakukan oleh Kabupaten
yang baru terhadap masyarakat setempat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk :
1. Memberikan
informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten (baik Kabupaten induk
maupun yang baru) dalam rangka mengatasi masalah akibat dari lahirnya kebijakan
Pemekaran Daerah.
2. Memberikan
alternatif kebijakan kepada Pemerintah Kabupaten Baru dalam bidang pelayanan
publik khususnya yang menyangkut perizinan dan surat-surat penting lainnya.
No comments:
Post a Comment