UPAYA-UPAYA
PENGGUNAAN WAKTU LUANG
UNTUK
BELAJAR BAGI ANAK
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi setiap
individu. Betapa tidak, dengan pendidikan maka manusia mampu dibina dan dikembangkan
menjadi individu yang utuh, warga masyarakat yang baik dan bermanfaat, individu
yang sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
kepentingan dan ketergantungan terhadap terciptanya
dan terhadap sesama manusia.
Berkat adanya kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, maka
secara bertahap kendala yang dihadapioleh dunia pendidikan di tanah air khususnya, telah mulai dirasakan berkurang. Terbukti dengan masuknya teknologi pendidikan dalam system pendidikan nasional telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah satu kontribusi yang dimaksud adalah semakin ringannya beban guru dalam melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, bertambah pula wawasan berpikir para staf pengajar dalam menciptakan program pengajaran yang diperlukan oleh anak didik.
secara bertahap kendala yang dihadapioleh dunia pendidikan di tanah air khususnya, telah mulai dirasakan berkurang. Terbukti dengan masuknya teknologi pendidikan dalam system pendidikan nasional telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah satu kontribusi yang dimaksud adalah semakin ringannya beban guru dalam melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, bertambah pula wawasan berpikir para staf pengajar dalam menciptakan program pengajaran yang diperlukan oleh anak didik.
Sejalan dengan era reformasi pada semua sub sector kehidupan
manusia yang berlangsung pada saat sekarang ini, maka masyarakat dituntut agar
dapat berperan serta dalam mengikuti proses reformasi tersebut. Dalam hal ini,
pendidikan merupakan syarat utama yang harus dimiliki dan dikembangkan. Oleh
karena melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta suatu kondisi mental serta
sikap masyarakat untuk dapat menerima dan bertindak secara positif dalam proses
perubahan tersebut.
Pendidikan adalah merupakan suatu proses menstransformasi
nilai-nilai, moral dan logika berpikir kepada seseorang atau kelompok orang.
Proses tersebut dapat berlangsung secara bersama-sama (institusi pendidikan)
dan dapat pula secara privat dan lingkungan rumah tangga. Oleh sebab itu
kegiatan pendidikan pada dasarnya harus didukung oleh factor-faktor yang salin
integrative, seperti faktor keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan
sekolah bahkan kebijaksanaan pemerintah harus mencerminkan dukungan sepenuhnya
terhadap proses pendidikan.
Esensi proses penyelenggaraan pendidikan adalah melahirkan
manusia-manusia cerdas yang mampu mereformasi diri dan bangsa kearah yang lebih
baik, sehingga harapan-harapan dan ide-ide yang tergambar dalam cita-cita
bangsa dan Negara, sebagaimana termaktub dalam konstitusi dapat diwujudkan,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.
Proses belajar tidak hanya dapat berlangsung di sekolah, akan tetapi kegiatan
tersebut dapat saja dilakukan di rumah dengan bimbingan orang tua atau
keluarga, dan kepada anak didik apalagi terhadap anak didik yang baru pada
jenjang Sekolah Dasar sangat membutuhkan bimbingan di rumah, dengan menggunakan
waktu luang untuk belajar. Seperti halnya terhadap mata pelajaran tertentu,
yang lebih bersifat bahasa verbal, di mana dengan membaca buku-buku yang
tersedia baik baik dalam bentuk buku paket yang dibeli maupun oleh
sumber-sumber bacaan yang lain yang ada hubungannya dengan pelajaran sekolah.
Proses belajar dengan menggunakan waktu luang di rumah dapat dilakukan dengan
cara tidak monoton dengan hanya mengandalkan proses verbal saja, akan tetapi
dapat dilakukan penyegaran-penyegaran melalui media televise dan radio, yang mengandung
fungsi pendidikan di samping fungsi hiburan dan informasi.
Pemanfaatan waktu luang untuk belajar di rumah adalah merupakan
tuntutan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa yang bersangkutan.
Waktu luang umumnya terdapat pada saat di rumah dan umumnya kurang dimanfaatkan
oleh siswa terutama dalam mengulangi pelajaran yang diterima dis ekolah, dan
hanya dimanfaatkan untuk bermain-main. Meskipun demikian banyak siswa yang
secara kebetulan memiliki kesibukan-kesibukan untuk membantu orangtuanya baik
untuk mencari nafkah maupun untuk keperluan dalam rumah, dan lain-lain
sebagainya.
Penggunaan waktu luang untuk belajar di rumah pada dasarnya harus
dilakukan setiap siswa dalam rangka memperoleh prestasi belajar di sekolah.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui penggunaan waktu luang untuk
belajar.
2. Untuk mengetahui pendidikan secara umum dan
khusus.
3. Untuk mengetahui pengertian dan konsep
keberhasilan belajar bagi anak usia dini.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi untuk belajar bagi anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penggunaan
Waktu Luang Untuk Belajar
Silih bergantinya siang dan malam adalah merupakan pertanda suatu
dinamika waktu yang bergerak dengan cepat seiring detak jantung manusia. Waktu
adalah merupakan pertanda kehidupan manusia berjalan. Waktu adalah merupakan
batasan terhadap kapan sesuatu dimulai dan kapan harus diakhiri, dan dapat pula
dikatakan sebagai aturan-aturan tentang tata tertib mengenai
aktivitas-aktivitas, agar manusia dapat membuat jadwal tentang kapan bekerja,
kapan beristirahat, dan lain-lain sebagainya.
Dalam kegiatan manusia sehari-hari, umumnya telah bersepakat waktu
dibagi atas 24 jam sehari semalam atau 1.440 menit sehari semalam. Dan dari
waktu tersebut umumnya orang menggunakan waktu tersebut untuk aktivitas formal,
misalnya pegawai, karyawan selama 8-10 jam sehari semalam. Dan dunia pendidikan
di Indonesia, terutama pada tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), SD, SMP, SMA
penggunaan waktu untuk proses belajar atau anak didik berada sekitar 3 s.d 7
jam. Dengan demikian apabila secara kasar dihitung, maka sesungguhnya waktu
luang untuk belajar di rumah masih cukup banyak tergantung kapan waktu itu
dapat digunakan.
Bagi anak didik Taman Kanak-Kanak, penggunaan waktu luang untuk
belajar pada dasarnya dapat dilakukan setelah beristirahat, sepulang sekolah
antara jam 16.00 atau jam 4 sore sampai dengan pukul 10 malam (22.00). Meskipun
demikian dalam kenyataannya aktivitas-aktivitas sebagian anak masoih cukup
banyak pada sore hari, seperti bermain, menonton dan lain-lain sebagianya. Pada
wilayah perkotaan waktu pada sore hari tersebut umumnya digunakan untuk les
privat. Dengan demikian anak-anak mengunakan waktu luang mengulangi
pelajaran-pelajarannya yang diterima di sekolah dilakukan pada malam hari,
setelah selesai makan malam antara pukul 19.00 s.d 22.00.
Penggunaan waktu belajar di luar jam pelajaran sekolah, sangat
bervariatif, karena banyak anak-anak sangat memaksimalkan waktu-waktu tersebut,
terutama kalau ada pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru di sekolah.
Dan di pihak lain, ada juga sebagian anak tidak mampu menggunakan waktu luang
tersebut, karena faktor-faktor kemalasan, faktor kepentingan membantu keluarga,
terlalu banyak menonton dan lain-lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa waktu luang untuk belajar di
rumah, adalah semua waktu di luar jam pelajaran di sekolah, yang waktunya dapat
mencapai 17 jam sehari semalam. Karena kegiatan belajar dapat saja dilakukan
pada tengah malam atau subuh dini hari, tergantung kemauan dan motivasi anak
dalam memaksimalkan waktu-waktu belajarnya guna mencapai prestasi yang memadai
di sekolah.
B. Pengertian
Pendidikan
Pendidikan menurut C. A. Anderson dalam Sudarwan Danim (1995:66)
“merupakan sinonim dari sosialisasi, dimana dia menggamit seluruh komunikasi
pengetahuan dan pembentukan nilai-nilai, sebagai inti utamanya adalah terhadap
anak oleh orang dewasa.
Secara etimologi “pendidikan” berasal dari kata mendidik, yaitu
mengasuh anak, membimbing kea rah yang lebih baik, memajukan mental, keindahan
fisik atau perkembangan moral.
Dalam Dictionary of Education
yang dikutip dan diterjemahkan oleh A. Muri Yusuf (1996:23) mengemukakan bahwa:
“Pendidikan itu adalah
merupakan (1) suatu proses (sejumlah proses secara bersama-sama) perkembangan,
kemampuan, sikap dan bentuk tingkah lainnya yang berlaku dalam masyarakat
dimana dia hidup (2) suatu proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan terpilih dan terkontrol (misalnya sekolah), sehingga ia dapat
mengembangkan diri pribadi secara optimum dan kompeten (berwewenang) dalam
kehidupan masyarakat (sosial)”.
Dengan demikian seseorang yang mendapatkan pendidikan berarti pula
terjadi interaksi dalam diri individu dan dengan masyarakat sekitarnya baik
dilihat dari segi kecerdasan/ kemampuan, minat maupun pengalamannya. Mendidik
itu adalah usaha/ tindakan yang dilakukan secara sadar dengan bantuan alat
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga terbentuk manusia yang
bertanggung jawab.
Sedangkan John Dewey dalam A. Muri Yusuf (1996:23) mengemukakan
bahwa:
“Pendidikan
adalah suatu proses pengalaman yang terus menerus, termasuk perbaikan dan
penyusunan kembali pengalaman. Karena kehidupan itu adalah merupakan pula
proses pertumbuhan, maka pendidikan membantu pertumbuhan atau kehidupan yang
tepat tanpa dibatasi oleh usia. Proses pendidikan itu adalah suatu proses
penyesuaian yang terus menerus, pada setiap fase yang menambah kecakapan di dalam pertumbuhan
seseorang”.
Nampak kelihatan bahwa John Dewey dalam konsepsi tentang pendidikan
menekankan pada perbuatan dan pengalaman “learning
by doing, experiencing and under going”. Itu berarti bahwa kegiatan proses
pendidikan akan berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan apabila anak sebagai subjek yang berpartisipasi secara aktif dalam
proses belajar mengajar dan pendidik adalah merupakan pengarah, penggerak dan
pemudah (organisator, administrator, dan fasilitator) dalam proses tersebut.
Sedangkan Ki Hajar Dewantoro dalam Soewarno (1992:2) mengemukakan
bahwa:
“Pendidikan yaitu tuntunan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia,
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya”.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka unsur-unsur
pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Usaha atau kegiatan bersifat bimbingan atau
pertolongan dan dilakukan secara sadar.
b. Ada pendidik atau pembimbing atau penolong.
c. Ada yang dididik atau si terdidik.
d. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.
e. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang
digunakan.
Salah satu faktor pemicu utama kemelaratan sosial adalah kebodohan
dan pendidikan dianggap kunci utama pemberantasan kebodohan. Tanpa menempuh
proses pendidikan yang wajar, manusia tidak akan memiliki bekal pengetahuan,
keterampilan, sikap dan daya cipta untuk sekedar mempertahankan hidup eksis
apalagi mengembangkannya. Meskipun usaha pemerintah tidak terputus-putus,
bahkan menunjukkan tanda-tanda makin mapan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), Peraturan Pemerintah No. 27, 28, 29 dan 30 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan
Tinggi, namun masalah kebodohan masih dirasakan sebagai kendala pembangunan
umumnya dan pembangunan sosial khususnya.
Menilai prospek pendidikan sebagai kuda pacuan bagi terwujudnya
kesejahteraan sosial (keadaan sejahtera masyarakat) secara makro tidak mudah,
meskipun secara parsial, individu atau
kelompok terbatas telah dirasakan dan diterima secara taat asas. Kesukaran itu
disebabkan karena beberapa keunikan yang secara nyata berpengaruh terhadap
perilaku kependidikan dan perilaku menuju kesejahteraan sosial. Keunikan-keunikan
tersebut secara nyata dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk usia sekolah (5-19 tahun)
sangat banyak. Pada tahun 1990 ada sebanyak 69,5 juta anak usia sekolah atau
38,9% dari jumlah penduduk dan pada tahun 2002 meningkat sebanyak 80,8 juta atau
38,5% dari jumlah penduduk (BPS).
b. Sebagian besar penduduk anak usia sekolah
berada di pedesaan dan masih dibelenggu oleh masalah-masalah internal, serta
secara geografis masih sulit dilayani secara intensif dari Kota Kecamatan
sekalipun.
c. Aspirasi masyarakat masuk lembaga pendidikan
formal (terutama) sangat tinggi, namun tidak didukung oleh daya tamping yang
memadai.
d. Program-program studi yang ditawarkan pada
tingkat Perguruan tinggi banyak berpredikat jenuh, kredibilitas beberapa
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan mungkin juga Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
terutama di daerah diragukan, dan sejalan dengan itu masih banyak mahasiswa
berpijak dari acuan asal lulus, malah hanya mengundang masalah frustasi sosial,
pengangguran, brutalitas dan beban sosial. Perkembangan dimensi kuantitatif
berbanding tidak imbang dengan perkembangan kualitatif, kalaupun tidak disebut
bertolak belakang.
e. Pertumbuhan ekonomi yang belum memadai, karena
budaya kawin muda, transportasi yang belum sepenuhnya menunjang atau alas
an-alasan lain membuat lulusan pendidikan pada jenjang tertentu tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
f. Di beberapa tempat banyak penduduk yang
hidupnya amat sederhana (karena keterbelakangan budaya, pendidikan, kemiskinan,
dan terisolasi), namun di kota-kota besar orang telah hidup dengan gaya
metropolis dan merasakan dampak negatif dan positif arus globalisasi. Dalam
skala wilayah, banyak daerah yang perkembangannya masih sangat terbelakang
(belum terjamah modernisasi atau baru mendapat perhatian untuk diprioritaskan),
namun banyak daerah yang sudah mapan, jenuh dengan kemapanan atau menimbulkan
“budaya” egois.
g. Ada kelompok masyarakat di daerah yang relative
belum tersentuh modernisasi namun telah merasakan kebahagiaan dan kemakmuran
hidup, dan ada rakyat yang dibelenggu oleh arus modernisasi kota, namun susah
hidup (seperti gelandangan, pengemis, pengangguran di kota, pemulung punting
rokok, penghuni gubuk liar dan kolong jembatan dan lain-lain). Banyak orang
desa yang telah sanggup mengeyam pendidikan tinggi, sebaliknya banyak pula
orang kota yang drop out, terjerat
narkotika dan minuman kers, melakukan tindakan-tindakan asusila atau tindakan
lain di luar batas perikemanusiaan.
C. Pengertian
Keberhasilan Belajar
Adi Negoro (1992:298) mengemukakan bahwa “prestasi adalah segala
pekerjaan yang berhasil. Prestasi adalah merupakan perwujudan dari bakat dan
kemampuan yang sangat menonjol dalam satu bidang tertentu.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa prestasi adalah perwujudan dari kemampuan
seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang mendapatkan hasil semaksimal
mungkin.
Dalam kenyataannya bahwa perbuatan belajar itu bermacam-macam.
Banyak aktivitas-aktivitas yang oleh hamper setiap orang dapat disetujui kalau
disebut perbuatan belajar, seperti mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru,
menghafal puisi, nyanyian dan sebagainya.
Dalam Diktat Psikologi Pendidikan yang disusun oleh Djaenabong
(Tanpa Tahun:19) mengemukakan bahwa:
“Belajar adalah perubahan
suatu proses dimana timbul atau dirubahnya suatu kegiatan karena mereaksinya
terhadap sesuatu keadaan, perubahan mana tidak disebabkan oleh proses tumbuhnya
(kematangan) atau keadaan organism yang sementara serta kelemahan karena
pengaruh obat-obatan”.
Sedangkan Gagne dalam bukunya The
Conditions of Learning, yang dikutip oleh Ngalim Poerwanto (1994:80)
mengemukakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama
dengan isi ingatan mempengaruhi system sedemikian rupa sehingga perbuatannya
berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi tadi”.
Sedangkan Morgan dalam Ngalim Poerwanto (1994:80) mengatakan bahwa:
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Selanjutnya menurut Melton dan Mean dalam Razak Daruma (1993:5)
mengemukakan bahwa:
“Belajar
adalah suatu perubahan dalam pengalaman atau tingkah laku sebagai hasil dari
pada observasi bertujuan aktivitas yang penuh pikiran disertai reaksi-reaksi
yang penuh motivasi dimana hasil perubahan itu adalah pengalaman.”
Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai oleh anak-anak
dalam proses belajar di sekolah yang merupakan paduan dan pencerminan antara
bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh tiap-tiap anak didik, oleh sebab itu
untuk mencapai prestasi yang baik, dalam hal ini tidak luput dari usaha
bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa dalam proses belajar anak di rumah.
Prestasi atau hasil belajar adalah merupakan perwujudan dari
kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas pelajaran yang diberikan kepadanya
termasuk dalam menempuh ujian, baik sumatif maupun formatif.
Dalam Majalah Analisis Pendidikan terbitan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun 1990, mengemukakan bahwa; prestasi belajar adalah skor
yang diperoleh dalam evaluasi hasil belajar.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa:
“Hasil belajar adalah
tingkatan penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan, hasil belajar dalam
rangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif dan kemampuan/ kecakapan
belajar seorang pelajar”.
Dalam menentukan hasil evaluasi prestasi belajar siswa diberi
angka-angka biasanya dipakai skala 0-10 pengukuran hasil belajar. Biasanya pula
dinyatakan dengan baik sekali, baik, cukup, sedang dan kurang sekali.
Sehubungan dengan penentuan terhadap hasil belajar biasanya digunakan beberapa
skema nilai seperti yang dikemukakan berikut ini:
a. Menggunakan nilai kuantitatif, yaitu dengan
angka 0-10 atau 0-100.
b. Menggunakan kualitatif, yaitu dengan kata-kata
misalnya sangat baik, baik, cukup, sedang dan kurang.
c. Mengkombinasikan nilai tersebut misalnya pada
bagian bidang studi digunakan lagi dengan kata lain diberi huruf.
d. Menggunakan nilai dengan huruf-huruf, misalnya
A, B, dan C, serta D.
Prestasi belajar yang merupakan hasil yang dicapai seorang anak
(siswa) setelah melakukan kegiatan belajar, hasil tersebut merupakan hasil
kecakapan yang nyata dari siswa yang dapat diukur langsung dengan menggunakan
hasil belajar atau achievement test.
Dapat dilihat pada daftar nilai dalam setiap mata pelajaran yang diikuti
melalui ujian atau ulangan.
D. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar sebagai suatu proses atau aktivitas tentu mempunyai suatu
tujuan yaitu memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Dalam menempuh semua ini
tentu diadakan penilaian, yang dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan atau prestasi yang dicapai. Di dalam penilaian ini seringkali
ditemukan dua kemungkinan sebagai hasil dari penilaian tadi, yaitu:
1. Berhasil, sukses dan tidak mengalami suatu
kesulitan atau hambatan-hambatan yang berarti.
2. Gagal atau belum berhasil dan tidak suskes
karena adanya pengaruh dari faktor-faktor tertentu.
Kedua faktor tersebut di
atas, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor yang dominan dan dalam
lingkup dan kehidupan manusia. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor internal, dan
2. Faktor eksternal
Ad. 1.
Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang bersumber
dalam individu yang sangat mempengaruhi dalam proses dan prestasi belajar.
Faktor yang sumbernya dari dalam diri individu adalah:
a.
Faktor Fisiologis (fisik/ jasmani)
Faktor fisiologis ini masih dapat dibedakan
lagi menjadi dua macam, yaitu (1) keadaan jasmani pada umumnya dan (2) keadaan
fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
1)
Keadaan
jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatarbelakangi aktivitas belajar;
keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan yang tidak
lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan:
·
Nutrisi
harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya
keadaan jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas
lelah dan sebagainya, terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih muda, pengaruh
itu besar sekali.
·
Beberapa
penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti
pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan sejenis dengan itu biasanya diabaikan
karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan,
akan tetapi dalam kenyataannya penyakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu
aktivitas belajar itu.
2)
Keadaan
fungsi jasmani terutama fungsi-fungsi panca indera.
Panca
indera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh ke dalam
individu. Orang mengenal sekitarnya dan belajar dengan menggunakan panca
inderanya. Baiknya berfungsi panca indera merupakan syarat dapatnya belajar itu
berlangsun itu dengan baik. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara panca
indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga.
Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar
panca indera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang
bersifat kuratif maupun bersifat preventif, seperti misalnya ada pemeriksaan
dokter secara periodik, penyediaan alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang
memenuhi syarat dan penempatan murid-murid secara baik di kelas (pada
sekolah-sekolah) dan sebagainya.
b.
Faktor Psikologis
Yang dimaksudkan dengan faktor psikolgis adalah
hal-hal yang mendorong atau mempengaruhi untuk belajar. Faktor psikologis ini
menyangkut keadaan kejiwaan individu yang menyertai aktivitas belajar. Adapun
faktor psikologis yang dapat mempengaruhi untuk belajar adalah sebagai berikut:
1)
Motivasi
Motivasi
adalah keadaan dalam diri pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Jadi motif bukanlah hal yang
dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu
yang dapat kita saksikan. Tiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang itu
didorong oleh suatu kekuatan. Pendorong inilah yang kita sebut motif. Menurut Sartain
dalam bukunya Psychology Understanding of
Human Behaviour yang dikutip oleh Ngalim Poerwanto (1987:64), mengatakan
bahwa:
“Motif adalah suatu
pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah
laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang”.
Motivasi
sebagai suatu kecenderungan di dalam diri individu untuk bertindak mencapai
suatu sasaran/ tujuan yang konkret guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Abraham
Maslow (Sumadi Suryabrata 1984: 257), bahwa kebutuhan-kebutuhan mansuisa itu
antara lain:
a. Kebutuhan
dasar atau fisik seperti makan, minum.
b. Kebutuhan
akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran.
c. Kebutuhan
akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain.
d. Kebutuhan
untuk mendapatkan kehormatan dari masyarakat.
e. Sesuai
dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
Dengan
kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia berusaha dengan sekuat tenaga untuk
memenuhinya, mulai dari kebutuhan yang paling mendasar sampai kepada yang
paling tinggi. Kesemua ini memerlukan motivasi atau dorongan untuk
melaksanakannya, karena tanpa motivasi atau dorongan maka sulit untuk
memenuhinya.
Sesuai dengan sifatnya maka motivasi dapat dibagi atas dua bagian,
yaitu:
(1) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang
berfungsi karena adanya perangsang dari luar, seperti misalnya siswa giat
belajar karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, orang membaca
sesuatu karena sebelumnya diberi tahu bahwa harus dilakukan sebelum melamar
pekerjaan.
(2) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang
berfungsi tidak usah dirangsang dari luar, misalnya seorang siswa akan
giatmencari buku-buku peralatan yang paling penting untuk dibacanya tanpa ada
rangsangan atau dorongan dari luar.
Dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan prestasi belajar siswa,
maka yang lebih dominan dalam menggairahkan siswa untuk belajar adalah motivasi
intrinsik. Ini disebabkan karena setiap siswa telah tertanam aspirasi-aspirasi
atau cita-cita siswa dalam setiap kegiatannya. Cita-cita ini merupakan dasar
dari tujuannya untuk belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Arden
Frandsen dalam Sumadi Suryabrata (1984: 257), mengatakan bahwa hal-hal yang
mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut:
a) Adanya
sifat ingin tahun dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
b) Adanya
sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu ingin maju;
c) Adanya
keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman;
d) Adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan kooperatif maupun dengan kompetitif;
e) Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;
f) Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
Dari uraian tersebut di atas, maka motivasi belajar dapat
dikemukakan sebagaimana dinyatakan oleh W.S Winkel dalam bukunya Psikologi
Pendidikan dan Evaluasi Belajar (1983: 27), mengatakan bahwa:
”Motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar mengajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh
siswa tercapai”.
2)
Minat
Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses
belajar mengajar terutama dalam meningkatkan prestasi belajar. Kemampuan siswa
dalam menguasai bidang pelajaran, dapat dilihat sudah sampai sejauh mana mata
pelajaran tersebut dihayati oleh siswa. Di samping itu seyogyanya hubungan
siswa dengan gurunya senantiasa dalam suasana harmonis, keinginan siswa untuk
menekuni pelajarannya dengan tekun, merupakan cerminan adanya minat dari siswa
yang bersangkutan. Dan begitupula bahwa adanya tingkah laku siswa selalu bolos
atau malas bersekolah juga mencerminkan tidak adanya minat terhadap pelajaran.
Namun diakui bahwa dalam kenyataannya sehari-hari bahwa tidak semua mata
pelajaran diminati atau tidak diminati oleh anak, tergantung pada tingkat
kecakapan serta bakat siswa, namun diakui pula bahwa tidak adanya minat siswa
pada suatu mata pelajaran biasa juga disebabkan karena tidak adanya dorongan
atau kesesuaian dari guru terhadap siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S Winkel (1983:30) yang mengatakan bahwa:
“Minat aalah keseluruhan yang
agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada bidang/ hal tertentu dan merasa
senang berkecimpung dalam bidang itu”.
Timbulnya minat dalam diri seseorang karena didahului adanya
perasaan senag dan sikap positif. Jadi minat ini sangat berpengaruh terhadap
peningkatan prestasi belajar. Dimana bahwa dalam belajar itu harus dalam
kondisi perasaan senang akan menimbulkan sikap dan begitupula sikap positif
tadi tentu akan menimbulkan minat yang besar bagi siswa untuk meningkatkan
prestasi belajarnya di sekolah.
Perasaan tidak senang menghambat dalam belajar, karena tidak
melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat dalam belajar; motivasi
yang intrinsik juga sukar berkembang.
3)
Intelegensia
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah intelegensi merupakan
salah satu masalah pokok; karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut
banyak diperhatikan orang. Pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi
merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya
belajar seseorang.
William Stern mengemukakan tentang pengertian daripada intelegensi
sebagai berikut: Intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada
kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan
tujuannya.
Capat atau tidaknya terpecahkannya suatu masalah tergantung kepada
intelegensinya. Dilihat dari intelegensinya kita dapat mengatakan seseorang itu
bodoh atau pandai, pandai sekali/ cerdas atau jenius.
Pengaruh intelegensi individu terhadap prestasi belajar sangat
besar, hal ini dikatakan karena dengan intelegensi seseorang memungkinkan
bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana
kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan
pribadi serta kesempatan yang ada.
4)
Bakat
Bakat merupakan potensi atau kemampuan yang dibawa sejak lahir,
orang yang berbakat pada suatu bidang tertentu akan mudak menyesuaikan dan
menyelesaikannya tanpa paksaan latihan yang terlalu berat. Dalam belajar anak
yang berbakat tentu mempunyai daya nalar baik. Daya nalar ini merupakan
perwujudan berbagai jenis tingkat ilmu
pengetahuan serta mengekspresikan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Bingham, bahwa bakat dalam istilah asing adalah aptitude yang berarti suatu kondisi yang
khususnya pada seseorang yang memungkinkan dengan suatu laihan dapat mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.
Pengertian ini menunjukkan bahwa bakat adalah merupakan interaksi
dari faktor turunan atau bawaan dari lingkungannya. Hal ini besar sekali
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Sehingga dengan latar
belakang bakat yang berbeda dimiliki setiap siswa sudah barang tentu setiap
siswa berada pula dalam memerlukan waktu dan proses belajar dari bakat yang
berbeda. Sehubungan dengan ini maka ditemukan tiga kategori siswa dalam melakukan
proses belajar yaitu:
·
Adanya
beberapa siswa yang hanya memerlukan waktu yang singkat dalam proses belajar
untuk menyelesaikan tugasnya.
·
Adanya
beberapa siswa yang berada diantara fase satu dan dua, atau dengan kata lain
normal dalam memerlukan waktu belajar.
·
Adanya
beberapa siswa memerlukan waktu belajar yang lama dan lambat.
5)
Kemampuan
Dasar
Kurangnya kemampuan siswa mengikuti materi pelajaran pada sekolah
yang setingkat lebih atas, disebabkan karena siswa tersebut kurang mengetahui
pengetahuan dasar pada waktu menduduki bangku yang lebih rendah (dasar). Kurang
memadainya pengetahuan dasar yang dipelrukan pada tingkat pendidikan tertentu
akan berakibat terjadinya kesulitan belajar pada tingkat yang lebih tingi.
Siswa yang mempunyai pengetahuan dasar yang baik atas suatu mata pelajaran,
maka dengan mudah mereka memahami pelajran itu pada tingkat lanjutan, dan
kemungkinannya akan menguasai pelajaran itu dibanding dengan siswa yang kurang
pengetahuan dasarnya atas pelajaran itu.
Jadi dengan penguasaan pengetahuan dasar, maka akan mampu pula
menguasai pelajaran yang lebih tinggi setingkat di atasnya.
6)
Disiplin
dan Kebiasaan Belajar
Disiplin adalah keadaan dimana seseorang anak/ siswa untuk mentaati
aturan atau tata tertib yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya sehari-hari
bahwa banyak siswa yang tidak membiasakan diri untuk menempuh setiap ujian yang
diberikan kepadanya sehingga prestasi mereka menurun.
Kemampuan seorang siswa untuk membuat jadwal belajar dan
mentaatinya sendiri adalah merupakan prestasi tersendiri bagi siswa itu. Dengan
disiplin untuk mentaati jadwal-jadwal belajar yang telah ditentukan maka dengan
sendirnya akan membawa siswa kepada kebiasaan belajar sehingga kecintaannya
terhadap pelajaran akan lebih besar yang pada akhirnya akan berdampak pada
meningkatnya prestasi belajar di sekolah. Dan begitupula siswa harus dan
berkewajiban mentaati segala ketentuan dan aturan-aturan yang ditetapkan di
sekolah itu maka siswa akan mampu mencerna setiap mata pelajaran yang diberikan
kepadanya.
Ad. 2.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar yang datangnya dari
luar diri seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor
eksternal ini dapat dibagi atas:
1. Faktor-faktor Non Sosial
Yang dimaksudkan dengan faktor-faktor non
sosial adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan; alat belajar, waktu belajar,
tempat belajar, keadaan geografi (alamiah).
1)
Alat
Pelajaran
Salah
satu sarana yang cukup penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah
kelengkapan alat-alat pelajaran. Olehnya itu alat-alat pelajaran ini perlu
dilengkapi pada setiap sekolah, begitupula siswa harus terpenuhi kebutuhan- kebutuhannya
yang menyangkut perlengkapan pelajarannya agar kelancaran proses belajar baik
di sekolah maupun di rumah. Tersedianya alat-alat pelajaran di sekolah akan
banyak membantu para guru untuk menyajikan pelajaran kepada siswa, dan begitu
pula siswa akan dengan mudah menerima pelajaran. Kelengkapan alat pelajaran
tidaklah cukup kalau hanya tersedia di sekolah. Olehnya itu menjadi tugas orang
tua sebagai pendidik untuk menyediakan atau melengkapi alat-alat kelengkapan
pelajaran di rumah, agar anak (siswa) mampu untuk menyelesaikan pelajarannya di
rumah yang dapat berupa pekerjaan rumah atau tugas kerajinan.
2)
Bahan
Belajar
Kelengkapan
bahan belajar bagi anak, akan membantu memperlancar tercapainya kegiatan
belajar. Perlengkapan belajar ini berupa buku-buku sebagai bahan bacaan,
termasuk pula materi pelajaran yang diperoleh dari guru baik yang dianjurkan maupun
yang tidak dianjurkan. Orang tua harus banyak memperhatikan bahan-bahan belajar
anak-anaknya, seperti buku paket, majalah-majalah yang sesuai dengan
perkembangannya.
3)
Waktu
Belajar
Dalam
kenyataannya sehari-hari banyak siswa yang hanya membuang-buang waktu
belajarnya, padahal waktu belajar sangat menentukan dalam pencapaian suatu
hasil atau prestasi belajar. Tidak sedikit siswa yang menggabungkan antara
waktu belajar dan waktu bermainnya, mereka belajar tidak efektif, sehingga
siswa akan mengalami kesulitan belajar. Jadi untuk meningkatkan prestasi
belajar yang baik, meningkatkan frekuensi waktu belajar serta mengurangi waktu
bermain.
4)
Tempat
Belajar
Untuk
dapat belajar dengan baik maka salah satu faktor yang menentukan adalah tempat
belajar dengan perlengkapan-perlengkapan yang memadai. Seperti bebas dari
keributan, hawa terlalu panas atau terlalu dingin. Tempat belajar harus mudah
ditempuh tanpa menyusahkan anak atau tempat belajar itu cukup menggairahkan
bagi siswa. Tempat belajar dapat diklasifikasikan atas:
·
Tempat
belajar di sekolah, yaitu ruangan kelas dengan suasana yang nyaman dan tertib
serta teratur, yang mampu membuat siswa berkonsentrasi dengan baik.
·
Tempat
belajar di rumah, yaitu tempat atau ruangan yang disediakan oleh orang tua
terhadap anaknya, yang dilengkapi dengan meja belajar, rak dan lain-lain yang
berkaitan dengan keperluan anak.
5)
Geografi
Alamiah
Keadaan
alam atau kondisi lingkungan sekitar dimana siswa belajar akan banyak
mempengaruhi pula pencapaian belajar yang efektif. Lingkungan alam yang kotor
dengan cuaca yang terlalu panas atau dingin, kondisi air yang kotor akan banyak
berpengaruh pada kegiatan belajar siswa. Dan begitu pula letak sekolah yang
terlalu dekat dengan jalan, pasar atau sekolah terletak pada tempat yang
terlalu rendah atau tinggi, kesemua ini dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa di sekolah. Jadi untuk mendukung pencapaian prestasi belajar siswa maka
perlu diperhatikan keadaan-keadaan ini, karena dengan lingkungan alam yang
segar, aman dan jauh dari keramaian otomatis akan mempengaruhi prestasi belajar
siswa.
2. Faktor-faktor Sosial
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah, faktor yang berkaitan dengan; lingkungan
masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga.
(a) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan
masyarakat sebagai tempat bergaulnya anak atau siswa tentu dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa dalam hal tertentu. Hidup pada lingkungan masyarakat
dengan pola hidup sejahtera, aman dan sehat, maka akan berpengaruh pada kehidupan
anak terutama dalam cara belajarnya. Pada lingkungan ini akan lebih mudah
menerima cara-cara hidup dan cara belajar yang baik, hal ini dimungkinkan
karena anak akan bergaul dengan lingkungannya yang baik dan tentu menerima
sikap dan contoh-contoh yang baik pula. Sebaliknya apabila anak bergaul dengan
masyarakat yang kurang sejahtera atau lingkungan dengan kondisi tidak damai
dimana banyak kegiatan-kegiatan yang berlebihan dan mengurangi atau mengganggu
kegiatan belajar anak misalnya; kegiatan-kegiatan organisasi, olahraga,
kesenian, menonton film dan televisi, mendengar radio, berhua-hura yang terlalu
banyak dan tidak teratur.
Selain
itu juga karena siswa terlalu banyak bergaul dengan teman-teman yang tidak
sekolah akibatnya waktu belajarnya berkurang.
(b) Lingkungan Sekolah
Sekolah
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar secara formal, yang
mana pada tempat inilah siswa menerima pelajaran, bergaul dengan sesama,
bercanda sesama teman. Di dalam kenyataannya sering ditemukan kelompok-kelompok
yang didasarkan atas kesamaan sikap, keinginan, latar belakang keluarga dan
kelompok-kelompok studi. Kesemua ini dapat menimbulkan persaingan-persaingan
yang apabila tidak dibina dengan baik akan menjurus pada persaingan yang tidak
sehat yang pada akhirnya akan merugikan siswa itu sendiri.
Lingkungan
sekolah yang tidak baik, dimana terdapat hubungan yang harmonis antara siswa
dengan sesama siswa, antara guru dengan siswa dan antara guru dengan guru itu
sendiri, maka kelangsungan proses belajar mengajar di sekolah akan banyak
mempengaruhi meningkatnya hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Persaingan
sehat antara siswa untuk mendapatkan prestasi yang tinggi perlu dikembangkan.
(c) Lingkungan Keluarga
Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama
dan utama, bagi anak-anak. Sebagai lembaga pendidikan yang utama dan pertama
tentu sangat penting dan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar
siswa. Di dalam lingkungan keluarga terdapat beberapa faktor lain; cara mendidik
orang tua, suasana rumah, kasih sayang orang tua dan keadaan ekonomi.
Cara
Mendidik Anak-anak
Orang
tua yang baik tentu selalu mau melihat anaknya berhasil atau sukses dalam
menempuh suatu pendidikan. Karena keinginan inilah sehingga banyak orangtua terlalu
otoritter terhadap anaknya yang sebenarnya mempunyai maksud baik, yaitu agar
anaknya dapat berhasil, cepat pintar sehingga tidak segan-segan menghukum,
menghardik, mengancam anaknya jika teledor belajar tanpa memperhatikan latar
belakangnya. Pokoknya anaknya harus belajar keras. Hal yang demikian tidaklah
menguntungkan dalam proses belajar anak, melainkan anak sebagai siswa di
sekolah menjadi penggugup, tidak percaya diri dan penakut. Cara mendidik
orangtua seperti ini adalah salah.
Jadi untuk mengarahkan serta mendidik anak kearah pencapaiam
prestasi belajar yang lebih tinggi maka orangtua sebagai pendidik hendaknya
bertindak sesuai dengan tujuan dari pada pendidikan itu sendiri, yaitu
membentuk pribadi yang cerdas dan berbudi. Orangtua harus menempatkan diri pada
kedudukan yang sewajarnya terhadap anak, orangtua harus mempunyai wibawa atas
anak-anaknya.
Suasana
Rumah
Kemajuan seorang anak dalam belajar sama sekali tidak akan dapat
dipisahkan dari suasana rumah. Karena anak akan selalu berusaha untuk mengadakan
identifikasi dengan keadaan dimana ia hidup dan berada. Bila anak hidup bersama
dengan orang-orang aktif, cerdas dan bersifat maju dalam rumah tangga, maka
dengan sendirinya baik disengaja maupun tidak akan dengan cepat
mengidentifikasikan dirinya.
Suasana rumah tangga yang kacau balau dan gaduh akan turut menyeret
si anak kepada keadaan yang tidak menggembirakan. Hal ini memberikan pengaruh
yang negatif kepada ketenangan jiwanya dalam belajar. Pikiran dan jiwanya serta
perhatiannya tidak akan pernah terarah kepada ketenangan jiwanya dalam belajar.
Pikiran dan jiwanya serta perhatiannya tidak akan pernah terarah secara mutlak
kepada pelajarannya. Dengan sendirinya akan menimbulkan rasa malas untuk
belajar karena ia sendiri melihat bahwa lingkungan keluarga tidak memberi
dorongan untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Jadi untuk lebih
meningkatkan prestasi belajar anak, maka orangtua berkewajiban untuk
menciptakan suasana yang tenang dan damai, menghindari perselisihan,
pertengkaran, perceraian antar kedua orangtua, yang semua ini tidak diinginkan
oleh anak. Dalam rumah tangga harus tercipta kedisiplinan anak, mempunyai
aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota keluarga termasuk anak.
Perhatian
dan Kasih Sayang Orangtua
Anak sebagai siswa di sekolah sangat memerlukan perhatian dan kasih
sayang. Perhatian dan kasih sayang ini hendaknya tidak membuat anak hanyut dan
lupa diri sehingga pelajarannya menjadi berantakan. Orangtua dalam keadaan
tertentu harus memberikan kasih sayang yang besar pada anaknya. Namun ia harus
berdisiplin dalam mendorong anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya di
sekolah.
Ekonomi
Keluarga
Tingkat ekonomi keluarga merupakan faktor yang cukup mempengaruhi
proses belajar anak, karena dengan keadaan ekonomi keluarga yang baik, maka
kebutuhan-kebutuhan akan bahan-bahan belajar mudah terpenuhi. Tidak jarang
ditemukan bahwa keluarga yang kemampuan ekonominya di bawah garis kemiskinan,
ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelajarannya, sehingga tidak
jarang mereka harus gagal dalam belajar.
Oleh
Siti Rahayu Haditono (1983:57) mengatakan bahwa:
“Dalam
keluarga miskin anak tidak dapat membeli alat-alat pelajaran yang dibutuhkan……
Bila alat pelajaran tidak lengkap juga akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam
pada hati anak yang menyebabkan ia mundur tidak dapat bekerja atau belajar
dengan baik, anak dihinggapi perasaan putus asa, sehingga dorongan untuk
belajar kurang seklai”.
Jadi belajar tanpa biaya yang cukup tidak mungkin proses belajar
siswa berlangsung dengan baik, sebab keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya
dengan belajar anak. Faktor ekonomi adalah sangat menentukan dalam proses
belajar anak, dengan keadaan ekonomi yang baik maka ototmatis
kesulitas-kesulitan pembiayaan pelajaran akan teratasi, maka implikasinya dapat
mendorong meningkatnya prestasi belajar anak di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waktu luang untuk belajar di rumah, adalah semua waktu di luar jam
pelajaran di sekolah, yang waktunya dapat mencapai 17 jam sehari semalam.
Pendidikan dapat didefinisikan sebagai tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia, sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Unsur-unsur pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Usaha atau kegiatan bersifat bimbingan atau
pertolongan dan dilakukan secara sadar.
b. Ada pendidik atau pembimbing atau penolong.
c. Ada yang dididik atau si terdidik.
d. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.
e. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang
digunakan.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor
yang dominan dan dalam lingkup dan kehidupan manusia. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah:
1. Faktor internal, yang terdiri dari faktor
fisiologis (fisik/ jasmani) dan faktor psikologis (motivasi, minat, intelegnsi,
bakat, kemampuan dasar, serta disiplin dan kebiasaan belajar)
2. Faktor eksternal, yang terdiri dari
faktor-faktor non sosial (alat belajar,
bahan belajar, waktu belajar, tempat belajar, keadaan geografi) dan
faktor-faktor sosial, yang berkaitan dengan; lingkungan masyarakat, lingkungan
sekolah serta lingkungan keluarga.
B. Saran
1. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah dan keluarga,
oleh sebab itu keterlibatan orangtua dan keluarga di rumah untuk mengarahkan
anak agar mau menggunakan waktu luang belajar di rumah merupakan usaha yang
sangat berarti.
2. Proses belajar mengajar yang berlangsung di
sekolah pada dasarnya sangat sempit waktunya apalagi dijejali dengan sejumlah
mata pelajaran, sehingga untuk melengkapi diperlukan kesadaran dari para siswa
untuk mau mengulangi ataupun membaca buku-buku pelajaran di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Adinegoro, 1992, Ensiklopedi Umum Bahasa Indonesia,
Penerbit Bulan Bintang, Jakarta.
Ali, M. Nashir, 1995, Jalan Memintasi Dalam Mendidik,
Balai Pustaka, Jakarta.
BP3K, 1996, Pendidikan di Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Majalah
Analisa Pendidikan, Jakarta.
Djaenabong, dkk, 1991, Dasar-Dasar Kependidikan,
FIP IKIP Ujung Pandang.
---------------, 1991, Psikologi Pendidikan, FIP
IKIK Ujung Pandang.
Gerungan W.A, 1997, Psikologi Sosial, Eresco,
Jakarta.
Gunarsa, Singgi D, 1991, Dasar dan Teori Perkembangan Anak,
BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Ismail, Imaduddin, Alih Bahasa Zakiah Drajat,
1990, Perkembangan Kemampuan Belajar Pada Anak-Anak, Bulan Bintang,
Jakarta.
Ngalim Poerwanto, 1994, Psikologi Pendidikan,
Remaja Bandung.
Notoatmodjo, Soekidjo, 1992, Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Suwarno, 1992, Pengantar Umum Pendidikan,
Aksara baru, Jakarta, 1982.
No comments:
Post a Comment