BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai di bidang Ilmu Penyakit
Syaraf, selain merupakan penyakit serius dan meninggalkan cacat jasmani, juga
meninggalkan cacat rohani yang cukup berat. Keluarga para pasien stroke tidak
mampu sepenuhnya mencurahkan tenaga dan perhatiannya untuk menjadi insan
pembangun karena harus menyisihkan sebagian tenaga dan waktunya untuk perawatan
serta pengobatan bagi si penderita. Sedangkan penderita stroke memerlukan
banyak dukungan untuk mempercepat kesembuhannya. Selain pengawasan intensif
dari tim dokter yang merawat, perhatian keluarga juga sangat menentukan.
Stroke merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Sebagian besar kejadian stroke tersebut adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik mempunyai banyak faktor resiko. Salah satunya adalah dislipidemia, yaitu peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida serta penurunan HDL kolesterol. Stroke lebih sering menyebabkan kelumpuhan / kecacatan daripada kematian. Pencegahan adalah strategi yang efektif untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada penyakit stroke. Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi.
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Sebagian besar kejadian stroke tersebut adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik mempunyai banyak faktor resiko. Salah satunya adalah dislipidemia, yaitu peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida serta penurunan HDL kolesterol. Stroke lebih sering menyebabkan kelumpuhan / kecacatan daripada kematian. Pencegahan adalah strategi yang efektif untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada penyakit stroke. Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi.
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan faktor
resiko untuk semua jenis stroke, namun pada tekanan darah berapapun, gangguan
fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan
gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan usia .
Selain itu, total serum kolesterol, LDL maupun trigliserida yang tinggi
akan meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan
hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis. Diabetes
meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria, femoralis dan
serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali lipat
bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar glukosa darah
dan serum lipid yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan pasien tidak gemuk.
Hal ini meningkatkan resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia
35-64 tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada kelompok
yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan tekanan
darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang
peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada daerah
abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis. Meskipun riwayat
stroke dalam keluarga penting pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian
dengan studi epidemiologi masih kurang.
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung dan
kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun perdarahan.
Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-studi di
atas, perokok memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis
kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50%
secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko terjadinya
stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah rokok yang dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Stroke
Secara umum gangguan pembuluh darah otak
atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan
neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada
pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh
atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma,
aneurisme dan kelainan perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan
fungsional otak yang bersifat:
·
fokal dan atau global
·
akut
·
berlangsung antara 24 jam atau lebih
·
disebabkan gangguan aliran darah otak
·
tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan
etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit,
stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2.
Progresif/inevolution (stroke yang sedang
berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus
bertambah berat.
3.
Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.
Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian
membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1.
Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2.
stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
B. Insidensi Stroke
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada
daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke
pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari
data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit
vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia. Dari data diatas,
dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita
stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan tentang patofisiologi
stroke sangat berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut, agar
dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan. (Japardi, Iskandar)
C. Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari
yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke
biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit
vascular perifer.
D.
Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat
dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a.
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese
atau hemiplegia)
b.
Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c.
Tonus otot lemah atau kaku
d.
Menurun atau hilangnya rasa
e.
Gangguan lapang pandang “Homonimus
Hemianopsia”
f.
Gangguan bahasa (Disatria:
kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g.
Gangguan persepsi
h.
Gangguan status mental
E.
Faktor resiko
Yang tidak
dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.
Yang dapat
dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler
(penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas,
kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan
obat, konsumsi alcohol.
Keterangan:
·
Cardiovaskuler disease.
Adanya emboli dan thrombus pada otak dapat
disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler, mis : arterosklerosis
·
Kadar hematokrit tinggi
Darahnya cepat mengental menyebabkan aliran darah itu
lambat sehingga sel darah muda pecah dan mengendap menimbulkan trombus→stroke
·
Diabetes
Hipergligekemia, darahnya kental sehingga beresiko
membentuk endapan pada pembuluh darah ( thrombus ) → stroke
·
Kontrasepsi oral + hipertensi, usia >
35 tahun, merokok, kadar esterogen tinggi
·
Penurunan tekanan darah terlalu lama
aliran darah ke otak berkurang sehingga ferfusi 02 ke otak berkurang →stroke
F. Patofisiologi
1.
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis
selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis
selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.
Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis
terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah
akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada
pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis
dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika
interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh
materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat –
tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan
enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal
di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2.
Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua
dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda
dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari
suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah
perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus
juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis
interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3.
Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus
penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah
ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada
arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper
otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang
terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk
suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh
astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang
mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya
suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau
gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari
satu aneurisme.
G.
Diagnosis
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah
esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI
merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma,
infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.
H.
Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window
(waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1.
Konsensus Amerika : 6 jam
2.
Konsensus Eropa: 1,5 jam
3.
Konsensus Asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic
window:
1.
Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga
jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
2.
Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor –
faktor kritis sebagai berikut :
1.
Menstabilkan tanda – tanda vital
a.
mempertahankan saluran nafas (sering
melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan
bila batang otak terkena)
b.
kendalikan tekanan darah sesuai dengan
keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi
maupun hipertensi.
2.
Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3.
Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin
jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi
“keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam
4.
Menempatkan posisi penderita dengan baik
secepat mungkin :
a.
penderita harus dibalik setiap jam dan
latihangerakan pasif setiap 2 jam
b.
dalam beberapa hari dianjurkan untuk
dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu
untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur
(terutama pada bahu, siku dan mata kaki
Terapi
khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan
obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1.
Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
·
Sebagai anti agregasi → menghancurkan
thrombus
·
Meningkatkan deformalitas eritrosit
·
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2.
Neuroprotektan:
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel
dan memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan
generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan
konservatif:
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran
darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator
yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya
bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila
diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya),
berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna :
histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
I.
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk
memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini
seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum gangguan pembuluh darah otak
atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik
fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh
darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau
penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme
dan kelainan perkembangan.
Gejala umum stroke :
1.
Baal atau lemas mendadak di wajah, lengan atau
tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh.
2.
Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda, atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata.
3.
Bingung mendadak.
4.
Pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau
koordinasi.
5.
Nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas.
6.
Bicara tidak jelas (pelo)
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga
mendapatkan pengobatan maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1.
Konsensus Amerika : 6 jam
2.
Konsensus Eropa: 1,5 jam
3.
Konsensus Asia: 12 jam
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor –
faktor kritis sebagai berikut :
1.
Menstabilkan tanda – tanda vital
2.
Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3.
Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin
jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi
“keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4.
Menempatkan posisi penderita dengan baik
secepat mungkin :
Terapi
khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan
obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Wendra,
1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito,
Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI,
1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Engram,
Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono,
1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Harsono,
2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak
C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume
II, EGC, Jakarta.
Islam,
Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T.,
1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar,
1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Satyanegara,
1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Susilo,
Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja,
Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
No comments:
Post a Comment